Pengertian Ontologi dan Epistimologi
ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI
Ontologi filsafat
membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnya.
Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini
ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu.
Yang dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian.
Dalam hakikat pengetahuan filsafat, Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat
lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak
mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu
(Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti
itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat
itu, makin dalam ia berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu
(Langeveld, Menuju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9). Filsafat terdiri atas tiga
cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan :
– Ontologi membicarakan hakikat (segala
sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
– Epistimologi membicarakan cara
memperoleh pengetahuan itu.
– Aksiologi membicarakan guna
pengetahuan itu.
Ontologi mencakup
banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini, misalnya Logika,
Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain.
Epistimologi hanya
mencakup satu bidang saja yang disebut epistimologi yang membicarakan cara
memperoleh pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat.
Sedangkan Aksiologi hanya mencakup satu bidang filsafat yaitu aksiologi yang
membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi semua cabang filsafat.
Inilah kerangka struktur filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang
logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat
itu ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila logis berarti benar dan bila
tidak logis berarti salah. Ada hal yang patut diingat. Kita tidak boleh
menuntut bukti empiris untuk membuktukan kebenaran filsafat. Pengetahuan
filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Bila logis dan tidak
empiris itu adalah pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh
logis dan tidaknya teori itu. Ukuran logis dan tidaknya tersebut akan terlihat
pada argumen yang menghasilkan kesimpulan teori itu.
Ontologi
Pengetahuan Filsafat
Ontologi filsafat
membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnya.
Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini
ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu.
Yang dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian.
Teori dalam setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini.
Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika
filsafat. Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Jadi ontology adalah the theory of being qua
being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan Noeng Muhadjir
dalam bukunya Filsafat ilmu mengatakan, ontology membahas tentang yang ada,yang
tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada
yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, menurut istilah, ontology
ialh ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate
reality baik yang berbentuk jasmani/konkret mauun rohani/abstrak.
Ontologi filsafat
membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnya.
Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini
ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu.
Yang dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian.
Teori dalam setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini.
Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika
filsafat.
Di dalam pemahaman
ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
Monoisme
Paham ini
menganggap bahwa hakikat yang asal dari selruh kenyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal
beupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri
sendiri.
Dualisme
Pandangan ini
mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut dualism. Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya.
Pluralisme
Paha mini
berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata.
Nihilisme
Nihilisme berasal
dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang
tidak mengakui validitas alternative yang positif.
Agnostisisme
Paham ini
mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat
materi maupun hakikat rohani. Timbulnya alirqan ini dikarenakan belum dapatnya
orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Hakikat Pengetahuan
Filsafat
Hatta mengatakan
bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu, nanti bila
orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan mengerti dengan
sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani, 1966, I:3). Langeveld
juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang berfilsafat sendiri,
barulah ia maklum apa filsafat itu, makin dalam ia berfilsafat akan semakin
mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke Pemikiran Filsafat, 1961:9).
Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar, tetapi apa salahnya mencoba menjelaskan
pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian. Dalam uraian itu diharapkan
pembaca mengetahui apa filsafat itu, sekalipun belum lengkap. Dan dari situ
akan dapat ditangkap apa itu pengetahuan filsafat. Poedjawijatna (Pembimbing ke
Alam Filsafat, 1974:11) mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan
yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bakry (Sistematik Filsafat, 1971:11)
mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.
Definisi
Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu hal yang penting yaitu bahwa
filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir. Ciri khas filsafat ialah
ia diperoleh dengan berpikir dan hasilnya berupa pemikiran (yang logis tetapi
tidak empiris). Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld memang ada
benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya mengatkan filsafat itu hasil
pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap.
Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the atemp to answer ultimate
question critically (Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education,
1960:10). D. C. Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966: 10)
mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan teoritis tentang susunan kenyataan
sebagai keseluruhan. William james (Encyclopedia of Philosophy, 1967:219)
menyimpulkan bahwa filsafat ialah a collective name for question which have
asked them. Namun dengan mengatakan bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang
hanya logis, kita telah menyebutkan intisari filsafat. Pengetahuan filsafat
ialah pengetahuan logis dan tidak empiris. Filsafat terdiri atas tiga cabang
besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan :
– Ontologi membicarakan hakikat (segala
sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
– Epistimologi membicarakan cara
memperoleh pengetahuan itu.
– Aksiologi membicarakan guna
pengetahuan itu.
Ontologi mencakup
banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk disini, misalnya Logika,
Metafisika, Kosmologi, Teologi, Antropologi, Etika, Estetika, Filsafat
Pendidikan, Filsafat Hukum dan lain-lain. Epistimologi hanya mencakup satu
bidang saja yang disebut epistimologi yang membicarakan cara memperoleh
pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi setiap cabang filsafat. Sedangkan
Aksiologi hanya mencakup satu bidang filsafat yaitu aksiologi yang membicarakan
guna pengetahuan filsafat. Ini berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah
kerangka struktur filsafat.
Epistimologi
Pengetahuan Filsafat
Epistimologi
filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan),
cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan)
filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah
“Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata “episteme” dan
”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam rumusan
yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang
filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang asal mula
pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan.
Di samping itu
terdapat beberapa istilah yang maksudnya sama dengan epistemologi ialah:
Gnosiologi
Logikal material
Criteriologi
Keseluruhan istilah
tersebut di atas di dalam bahasa Indonesia pada umumnya disebut filsafat
pengetahuan. Dalam rumusan lain di sdebutkan bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari soal tentang watak,batas –batas dan berlakunyailmu
pengetahuan: demikian rumusan yang di ajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya
banyak ahli filsafat (filosof) maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang
epistemologi atau filsafat pengetahuan. Apabila keseluruhan rumusan tersebut di
renungkan maka dapat di fahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan,
asal mula pengetahuan, batas – batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan.
Oleh karena itu sistematika penulisan epitemologi adalah terjadinya
pengetahuan,teori kebenaran, metode – metode ilmiah dan aliran – aliran teori
pengetahuan.
a. Terjadinya Pengetahuan
Proses terjadinya
pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab hal ini akan
mewarnai pemikiran kefilsafatannya. Pandangan yang sederhana dalam memikirkan
proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik a priori maupun a
posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya
atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin.
Sedangkan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya
pengalaman. Di dalam mengetahui memerlukan alat yaitu: pengalaman indra (sence
experience); nalar (reason); otoritas (authority); intuisi (intitution); wahyu
(revelation); dan keyakinan (faith). Sepanjang sejarah kefilsafatan alat – alat
untuk mengetahui tersebut memiliki peranan masing – masing baik secara sendiri
– sendiri maupun berpasangan satu sama lain tergantung kepada filosof atau
faham yang di anutnya. Dalam hal ini dapat di lihat bukti – bukti sebagai
berikut :
Pengetahuan di
dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat di tetapkan
apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika kesan–kesan subjektif di anggap
sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran–gambaran yang kacau di
dalam imajinasi. Segala pengetahuan di mulai dengan gambaran–gambaran indrawi.
Gambaran–gambaran itu kemudian di tingkatkan sampai kepada tingkatan–tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di
dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil kesimpulan–kesimpulan, tetapi
di dalam pengetahuan intuitif orang memandang kepada idea–idea yang berkaitan
dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam keharusan ilahi yang kekal.
Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang tokoh Resiesinalisme.
Pandangan Spinoza agak berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes sebagai salah
seorang tokoh empirisme yang hidup pada tahun 1588 -1679. Menurutnya pengenalan
atau pengetahuan di peroleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal segala
pengetahuan. Juga awal pengetahuan tentang asas–asas yang di peroleh dan di
teguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan di turunkan dari pengalaman.
Hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.
Pengalaman dengan
akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata – mata sebab pengenalan dengan
akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan. Pengenalan dengan
akal mukai dengan memakai kata–kata ( pengertian–pengertian), yang hanya
mewujudkan tanda–tanda yang menurut adat saja, dan menjadikan roh manusia dapat
memiliki gambaran dari hal – hal yang di ucapkan dengan kata–kata itu.
Pengertian–pengertian umum hanyalah nama saja, yaitu nama–nama bagi
gambaran–ganbaran ingatan tersebut, bukan nama–nama bendanya. Nama–nama itu
tidak mempunyai nilai objektif. Pendapat atau pertimbangan adalah penggabungan
dua nama, sedang silogisme adalah suatu soal hitung, di mana orang bekerja
dengan tiga nama. Yang di sebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas
segala pengamatan, yang di simpan di dalam ingatan dan di tentukan dengan suatu
pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa
yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda – benda di luar
kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini di teruskan
kepada otak dan dari otak di teruskan ke jantung. Di dalam jantung timbulah
suatu reaksi suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengmatan yang
sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Sasaran yang
diamati adalah sifat–sifat inderawi. Penginderaan disebabkan karena tekanan
objek atau sasaran. Kualitas di dalam objek–objek, yang sesuai dengan
penginderaan kita, bergerak menekan indera kita. Warna yang kita lihat, suara
yang kita dengar, bukan berada di dalam objek, melainkan di dalam subjeknya.
Sifat sifat inderawi tidak memberi gambaran tentang sebab yang menimbulkan
penginderaan. Ingatan, rasa senang dan todak senang dan segala gejala jiwani,
bersandar semata–mata pada asosiasi gambaran–gambaran yang murni bersifat
mekanis. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain berpendapat
bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal
(rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan di dapatkan. Akal tidak melahirkan
pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan secarik kertas yang
tanpa tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke
tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akalis. Satu – satunya sasaran atau objek pengetahuan
adalah gagasan – gagasan atau ide – ide yang timbulnya karena pengalaman
lahiriah (sensation) dan karena pengalaman bathiniah ( reflection). Pengalamn
lahiriah mengajarkan kepada kita tentang hal – hal yang di luar kita, sedangkan
pengalaman batiniah mengajarkan tentang keadaan – keadaan psikis kita sendiri.
Kedua macam pengalaman ini jalin menjalin. Pengalaman lahiriah menghasilkan
gejala–gejala psikis yang harus di tanggapi oleh pengalaman batiniah.
Objek–objek pengalaman lahiriah itu mula – mula menjadi isi pengalaman, karena
di hisapkan oleh pengalaman bathiniah, artinya objek – objek itu tampil dalam
kesadaran. Dengan demikian menganal adalah identik dengan mengenal secara sadar.
Dalam hal ini Locke sama dengan Descrates. Segala sesuatu yang berada di luar
kita menimbulkan didalam diri kita gagasan – gagasan dari pengalaman lahiriah.
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang terdalam.
Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut
Sistematika Filsafat. Sistematika atau struktur filsafat dalam garis besar
terdiri atas ontologi, epistimologi dan aksiologi. Isi setiap cabang filsafat
ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan
pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika ia memikirkan hukum maka
jadilah Filsafata Hukum, dan lain sebagainya. Inilah objek filsafat. Objek
penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sains. Sains hanya meneliti
objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin ada.
Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang menjelaskan sifat
kemendalaman penelitian filsafat.
Cara Memperoleh
Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama
filosof harus membicarakan (mempertanggung jawabkan) cara mereka memperoleh
pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara
lain ialah karena ketelitian mereka sebelum mencari pengetahuan mereka
membicarakan dan mempertanggungjawabkannya lebih dahulu cara memperoleh
pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan oleh kebanyakan
orang. Pada umumnya orang mementingkan apa yang diperoleh atau diketahui, bukan
cara memperoleh atau mengetahuinya. Ini gegabah, para filosof bukan orang yang
gegabah. Berfilsafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu menggunakan akal.
Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke (Sidi Gazalba,
Sistematika Filsafat, II, 1973:111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat, pada
zamannya akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai
diluar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah kekacauan pemikiran pada masa itu.
Manusia memperoleh pengetahuan filsafat dengan berpikir secara mendalam tentang
sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu yang konjret,
tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian “di belakang” objek konkret itu.
Dus abstrak juga.
Secara mendalam
artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu, ia ingin
mengetahui sedalam-dalamnya. Dikatakan mendalam tatkala ia sudah berhenti smpai
tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang berhenti, dan ia telah
mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas, mendalam bagi seseorang
belum tentu mendalam bagi orang lain.
a. Ukuran Kebenaran Filsafat
Pengetahuan
filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaskan
bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila
logis berarti benar dan bila tidak logis berarti salah. Ada hal yang patut diingat.
Kita tidak boleh menuntut bukti empiris untuk membuktukan kebenaran filsafat.
Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis dan tidak empiris. Bila logis
dan tidak empiris itu adalah pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat
ditentukan oleh logis dan tidaknya teori itu. Ukuran logis dan tidaknya
tersebut akan terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan teori itu.
Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan fungsi data pada
pengetahuan sains. Bobot teori filsafat justru terletak pada kekuatan argumen
bukan pada kekuatan konklusi. Karena argumen itu menjadi kesatuan dengan
konklusi, maka boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu
argumen. Kebenaran konklusi ditentukan oleh argumennya.
2.5. Aksiologi Pengetahuan
Filsafat
Dalam aksiologi
diuraikan dua hal, yang pertama tentang kegunaan pengetahuan filsafat dan yang
kedua tentang cara filsafat menyelesaikan masalah. Ilmu merupakan sesuatu yang
paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan
manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan
kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang
kepada ilmu. singkatnya ilmu merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidupnya.
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya dengan melihat
filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori filsafat,
kedua filsafat sebagai metode pemecahan masalah, dan ketiga filsafat sebagai
pandangan hidup (philosophy of life). Mengetahui teori-teori filsafat amat
perlu karena dunia dibentuk oleh teori-teori itu. Jika anda tidak senang pada
komunisme maka anda harus mengetahui Marxsisme, karena teori filsafat untuk
komunisme itu ada dalam Maxsisme. Jika anda menyenangi ajaran syi’äh Dua Belas
di Iran, maka anda hendaknya mengetahui filsafat Mulla Shadra. Begitulah
kira-kira. Dan jika anda hendak membenuk dunia, baik dunia besar maupun dunia
kecil (diri sendiri), maka anda tidak dapat mengelak dari penggunaan teori
filsafat. Jadi, mengetahui teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai
teori filsafat juga perlu dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar dalam bidang filsafat. Yang amat
penting juga ialah filsafat sebagai methodology, yaitu cara memecahkan masalah
yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai satu cara atau model pemecahan
masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu mencari sebab terakhir
dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Hal ini diuraikan pada bagian lain
sesudah ini.
Cara Filsafat Menyelesaikan
Masalah
Kegunaan filsafat
yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya sebagai metode dalam menghadapi
dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang dunia ( world
view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah. Masalah artinya kesulitan.
Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara dalam
menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Sesuai
dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah.
Universal artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan
seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas
mungkin.
Kesimpulan
Ontologi filsafat membicarakan
hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Struktur
filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah
cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang
dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori
dalam setiap cabang tentu sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini.
Struktur dalam arti cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika
filsafat.
Di
dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran
sebagai berikut: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisisme.
Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang
dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
(pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal
dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata
“episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan salah
satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang asal
mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan. Pengetahuan di
dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat di tetapkan
apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika kesan–kesan subjektif di anggap
sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya gambaran–gambaran yang kacau di
dalam imajinasi. Segala pengetahuan di mulai dengan gambaran–gambaran indrawi.
Gambaran–gambaran itu kemudian di tingkatkan sampai kepada tingkatan–tingkatan
yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di
dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil kesimpulan–kesimpulan, tetapi
di dalam pengetahuan intuitif orang memandang kepada idea–idea yang berkaitan
dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam keharusan ilahi yang kekal.
Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang tokoh Resiesinalisme. Kegunaan
filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya sebagai metode dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang
dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi masalah. Masalah
artinya kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu terselesaikan.
Ada banyak cara dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang sederhana sampai
yang rumit. Sesuai dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara
mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia
ingin mencari asal masalah. Universal artinya filsafat ingin masalah itu
dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan
berakibat seluas mungkin.
0 komentar: