Pengertian Ahlussunnah Waljamaah
A. PENGERTIAN AHLUSSUNNAH
WALJAMA’AH
Secara terminologi Ahlus
Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang
Rasulullah berada di atasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah
yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah SAW. dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai
hari kiamat.
Menurut bahasa (etimologi),
Ahlus sunnsh Waljamaah berasal dari kata :
1. Ahlussunah
berarti “orang-orang yang menganut dan mengikuti sunah”
2. Wal
Jamaah berarti “mayoritas umat”, maksudnya adalah mayoritas sahabat Nabi
Muhammad SAW.
Dengan demikian Ahlussunah
Waljamaah mengandung arti “ orang-orang
yang mengikuti sunnah Nabi SAW dan mayoritas sahabat, baik dalam
syariat (hukum agama Islam) maupun
aqidah ( kepercayaan)”.
Yang mendorong lahirnya aswaja
sebagai aliran dan gerakan dalam islam adealah keberadaan aliran lainyang telah
ada sebelumnya, khususnya pada zaman Al-Makmun (198-218 H), al-Muktasim
(218-228 H) dan watsiq (228-233 H) yang menjadikan muktazilah sebagai mazhab
resmi negara yang dilindungi oleh
pemerintah. Di Indonesia sendiri Aswaja melalui Nahdlotil Ulama muncul sebagai
gerakan pemurnian ajaran-ajaran islam, atas respon da reaksi atas terjadinya
penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang dilakukan oleh sekelompok orang
yang mengaku atau mengatas namakan diri
sebagai gerakan pembaharu. Sebagai gerakan pemeliharaan pemurnian ajara islam,
kaum Aswaja selalu berpedoman pada pribsip At tawasut (jalan tengah) yang
meliputi sikap At tawazun (keseimbangan hukum, harmonisasi), Al I’tidal (tegak
lurus, lepas dari penyimpangan ke kanan dan kiri), dan Al Iqtishad (sederhana,
menurut keperluan yang wajar dan tidak berlebihan).
B.
PENGERTIAN
MADZHAB DAN BERMADZHAB
Madzhab berasal dari kata
dzahaba yang mempunyai arti berjalan atau pergi menyusuri jalan, diseghotkan
dengan isim makan madzhabun yang berarti tempat berjalan, sedangkan menurut
istilah adalah metode atau cara yang di pakai seorang Mujtahid di dalam
menetapkan hukum berdasarka al qur’an dan hadits. Kadang-kadang juga di artikan
sebagai hasil ijtihad para ulama Mujtahid dalam suatu masalah fiqih. Maka
bermadzhab menjalankan syariat agama sesuai dengan hasil ijtihadnya Imam
Mujtahid.
Bermadzhab hukumnya wajib bagi
yang tidak
mampu berjihad. Adapun yang mampu ijtihad hukumnya boleh sepanjang memenuhi
syarat-syarat jadi mujtahid. Bermadzhab bukan berarti tidak mengikuti Alqur’an
atau hadits sebab istilah para imam mujtahid mendasarkan Alqur’an dan Hadits.
Bermadzhab itu memerlukan kedislipinan, yang berarti hanya boleh salah satu
dalam menjalankan syariat yang ada sebab kalau sampai memiliki
lebih dari satu akan berakibat talfiq yang artinya hanya akan mencari yang
ringan saja dalam menjalankannya. Talfiq juga diartikan pindah madzhab sebab
tidak ada dalam madzhab yang spesial ringan maupun spesial berat kecuali
terpaksa dan menyulitkan, baru kita boleh memekai madzhab yang lain dalam suatu
masalah.
C. PENGERTIAN IJTIHAD, TAQLID,
ITTIBA’, ISTINBAT.
1. Arti
Ijtihad.
Secara bahasa(etimologi) artinya
bersungguh-sungguh, berusaha keras, mengerjakan sesuatu dengan sungguh dan
susah payah. Secara istilah (terminologi) artinya corak, budaya
kemampuan berpikir untuk menggali dan mengambil dari sumber alqur’an dan hadits
guna mencapai kesimpulan pendapat hukum untuk menjawab sebagai kebutuhan
masalah kehidupan baik dalam bidang Ubudiyah maupun muamalah.
Unsur-unsur
yang di berkaitan dangan kegiatan ijtihad adalah:Mujtahid ( Orang yang
melakukan Ijtihad )
Ø Obyek
Ijtihad ( sesuatu yang di hukumi )
Ø Metode
Ijtihad.
Ø Dasar
dan metode Ijtihad.
Ø Hasil
Ijtihad yang di Formalitaskan
2.
Taqlid
Secara
bahasa Taqlid berasal dari kata : Kallada, Yukollidu, Taklidan. Artinya
mengikuti, meniru pendapat seseorang ( Mujtahid ). Menurut istilah adalah mengikuti pendapat seseorang
Mujtahid yang di yakini pendapat dan pemikirannya
3.
Ittiba’
Ittiba’ ialah
orang-orang yang mengikuti pendapat Mujtahid dengan mengetahui dalil-dalilnya
orang demikian itu di namakan Muttabi’ berarti orang yang tidak mampu berijtihad.
Tetapi
mengetahui dali-dalil Mujtahid atau juga disebut Muhaqiqun yaitu orang yang
mampu meneliti, memeriksa dan menyelidiki mana pendapat yang lebih kuat dan
yang lemah, Fiqih Al sunnah dan Al madzhab, dan dapat menyelidiki pendapat yang
kuat ( Kowi ) atau pendapat yang lemah ( Alaif ).
4. Istinbath.
Istinbath menurut bahasa berasal dari kata Nabata artinya
air yang pertama kali keluar. menurut Imam Al-Maghriby Istinbath berarti, mengeluarkan hukum yang
bersifat praktis yang berkaitan dengan Mukallaf dari Dalil-Dalil syara’ yang
rinci baik Al Qur’an maupun Hadits.
1. Macam-Macam
Istinbath Hukum Islam.
v Istinbath
ala Thariq Al Lafdiyah, cara Istinbath hukum berdasar pada teks yang tersurat
dalam Al Qur’an dan Hadits.
v Istinbath
ala Al Thariq Al Ma’nawiyah. Berdasarkan
pada kesan, Nilai dan Moral yang terkandung atau makna yang tersirat dalam Nash
( Al Qur’an dan Hadits )
2. Istinbath
dalam NU
Bahsul Masail merupakan salah
satu media Istinbath Hukum Islam NU. Pengertian Bahsul Masail Ialah, pembahasan
terhadap berbagai masalah yang berkembang dalam
kehidupan Masyarakat terutama masalah yang berkaitan dengan permasalahan Agama
dan Mu’amalah.
Materi pembahasan pada Bahsul Masail biasanya
datang dari berbagai pengajuan Masyarakat, Perorangan, atau Organisasi yang
terjadi di lingkungan NU
yang disampaikan oleh para pengurus Syuriyah NU. Kemudian pengurus
Mengiventarisasi masalah tersebut, kemudian masalah itu di bahas dan di carikan
Sumber-Sumber hukum dari Al Qur’an, Hadits, Ijma’, Qiyas. Apabila Bahsul Masail
tersebut di laksanakan pada salah satu Ranting NU dan terjadi kebuntun atau
tidak dapat menyelesaikan masalah yang terjadi ( Mauquf ) maka akan di angkat
pada tingkatan yang lebih Tinggi.
D.
KARAKTERISTIK MADZHAB
ARBA’AH
1.
Madzhab
Hanafi
Perintisan Madzhab ini adalah Imam Abu Hanafi An Nu’man,
beliau mahir dan memiliki keluasan Ilmu pengetahuan sehingga mendapat gelar Al
Imamul A’zham. Dasar Madzhab Hanafi meliputi : Al Qur’an, Hadits, A’tsar,
Sahabat, Ijma’, Qiyas, Istihsan, dan Urruf. Adapun corak pemikiran beliau
lebih banyak mengedepankan Arra’yu ( akal ) itulah sebabnya aliran ini disebut
Madzhab aliran Ra’yi. Kemahiran dalam menerapkan Hukum Syari’ah terkenal dengan
Istinbat, Hukum berupa Qiyas dan Istihsan.
2.
Madzhab Maliki
Perintis Madzhab ini adalah Imam Malik bin Anas, beliau
seorang Ulama’ ulung dalam Ilmu Hadits dan Ilmu Fiqih. Dasar pemikiran beliau
ada 20 dasar diantaranya adalah, Nash Al-Qur’an, Zahir Al-Qur’an, Maftum
Al-Qur’an, Dalil Al-Qur’an dll. Dan corak penafsirannya pada Al-Qur’an dan
Hadits lebih cenderung pada Ijma’ sahabat jika dalam dua sumber tersebut tidak
di ketemukan beliau akan menggunakan Qiyas dan dalil baru yang spesifik dalam
madzhabnya yaitu Al Masalihul Marsalah, suatu dalil atau alasan hukum berkenaan
dengan keharusan dan karena kemaslahatan umum.
3.
Madzhab
Syafi’i
Perintis Madzhab ini adalah Muhammad Bin Idris Asy
Syafi’i. Beliau seorang Ulama’ besar yang mahir dalam ilmu Bahasa, Fiqih,
Hadits, dan tajam pikirannya, beliau cakap dalam menggali masalah, dan pandai
dalam perdebatan. Lahirnya Madzhab Syafi’i merupakan penengah antara Madzhab
Hanafi dan Maliki. Sumber landasan Madzhab Syafi’i yaitu: Al-Qur’an, Hadits,
Ijma’, Qiyas. Beliau tidak mau memakai apa yang disebut Istihsan oleh
Ulama’-ulama Hanafi maupun Hambali. Usaha menggabungkan keserasian Akal, Nash
Al-Qur’an dan Hadits. Adapun ciri metode pemikiran beliau adalah menggunakan
Qiyas. Beliau menggunakan Qiyas apabila Ijtihadnya jelas, beliau menerima
Hadits yang dipandang syah.
4.
Madzhab
Hambali
Pendirinya adalah Imam Ahmad bin Hambal. Beliau Imam
Hadits yang terkemuka. Imam Ahmad Bin Hambal terkenal cakapnya yang tegas
melepaskan diri dari aliran pendapat dan berpegang teguh pada Nash Al Qur’an
dan hadits. Sehingga dengan pendirian ini beliau lebih dikenal sebagai ahli
Hadits daripada ahli Ijtihad.
Dasar-dasar Madzhab Hambali: Nash Alqur’an, Fatwa Sahabat,
Pendapat sahabat, Hadist dan Mushaf Dlo’if, dan Qiyas.
Hadits Mushaf adalah hadits yang sifatnya dari sahabat
dan ujung-ujungnya sampai Nabi. Hadits Dlo’if ialah yang sifatnya tidak sampai
ke nabi karena hadits ini dipakai sesama tidak berlawanan dengan salah satu
pendapat.


0 komentar: