Corak Filsafat Abad Pertengahan
A. Corak
Pemikiran Filsafat Abad Pertengahan
Masa
ini diawal dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada
Abad Pertengahanpun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecah semua persoalan selalu
didasarkan atas dogma agama. Sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat
Teosentris.
Kebudayaan Abad Pertengahan adalah penciptaan agama
Kristiani dan Islam di satu pihak, dan bangsa bangsa Eropa dan Arab dilain
pihak. Agama agama dan bangsa bangsa baru itu membawa ide-ide dan tata cara
baru. Akibatnya suasana selama Abad Pertengahan berlainan dengan suasana pada
zaman sebelumnya.
B. Tokoh-tokoh Filusuf di Abad Pertengahan
1.
Tokoh-tokoh Masa Pratistik
a.
Justinus Martir
Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir diambil dari
istilah “orang yang rela mati karena kepercayaan”. Ia berpendapat bahwa
filsafat yang digabung dengan ide-ide keagamaan akan menguntungkan. Esensi dari
pengetahuan ialah pemahaman tentang Tuhan. Semakin banyak kita memikirkan
kesempurnaan Tuhan, semakin bertambah kemampuan intelek kita. Supremasi kristus
tercapai karena ia telah mencapai kebenaran yang utuh. Menurut pendapatnya
pula, agama Kristen bukan agama baru, karena Kristen lebih tua dari filsafat
Yunani dan Nabi Isa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal Isa
hidupnya sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya
telah menurunkan hikmah Isa. Selanjutnya dikatakan, bahwa filsafat Yunani itu
mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos.
Dalam mengembagkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan
lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya,
yaitu pencerahan. Sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari
ajaran murni. Mengapa mereka menyimpang? Karena orang-orang Yunani terpengaruh
oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan
yang benar kemudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding
filsafat Yunani.
b. Klemens
Ia juga termasuk pembela Kristen, akan tetapi ia tidak
membenci filsafat Yunani. Sedangkan pokok-pokok pikirannya sebagai berikut:
Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri
dari otoritas filsafat Yunani.
Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen denan menggunakan filsafat Yunani.
Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan
memikrkan secara mendalam.
c. Tertullianus
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah
melaksanakan pertobatan ia gigih membela Kristen dengan fanatik. Ia menolak
kehadiran filsafat Yunani, karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu.
Baginya berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudah cukup, dan tidak ada hubungan
antar Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada
hubungan antara gereja dengan akademi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan
penemuan baru. Selanjutnya ia mengatakan, bahwa dibanding dengan cahaya
Kristen, maka segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani dianggap tidak
penting. Karena apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran
pada hakikatnya sebagai kutipan dari Kitab suci. Tetapi akan kebodohan para
filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan. Akhirnya Tertullianus
menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berfikir yang rasional diperlukan
sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak
dibakukan. Saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir
Yunani saja. Sehingga, akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya dimensi
praktisnya saja dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berpikir
untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatNya.
d. Augustinus
Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran
filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptiste. Ia telah diakui keberhasilannya
dalam membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam membentuk
filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat abad pertengahan,
sehingga ia dijuluki sebagai “guru skolastik yang sejati.” Ia seorang tokoh
besar dibidang teologi dan filsafat.
Setelah ia mempelajari aliran skeptisme, ia kemudian
menyutujui atau menyukainya, karena didalamya terdapat pertentangan batiniah.
Orang dapat meragukan segalanya, akan tetapi orang tidak akan meragukan ia
ragu-ragu. Seorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang
berpikir sesungguhnya ia berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusian ada
batasnya, tetapi pemikiran manusian dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang
tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikir manusia
dapat berhubungan denga sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya, ajaran Augutinus berhasil menguasai sepuluh
abad dan mempengaruhi pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir
Pratistik itu sebagai pelopor pemikiran Skolastik. Mengapa ajaran Augustinus
sebagai akar dari Skolastik dapat mendominasi hampir sepuluh abad, karena
ajarannya lebih bersifat sebagai metode dari pada suatu system sehingga
ajaran-ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik.
2. Tokoh-tokoh Masa Skolastik Terbagi atas Tiga Masa
Skolastik dan Skolastik Arab, yaitu;
1)
Skolastik Awal
a)
Peter Abaelardus
Ia dilahirkan di Le Pallet, Perancis, ia mempunya
kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam, sehingga sering kali
bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang
konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai
rasionalistik. Artinya peranan akal dapat menundukkan kekuatan iman. Iman harus
mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau
dapat diterima oleh akal.
Berbeda dengan Anselmus, yang mengatakan bahwa berpikir
harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu
berada di luar iman (di luar kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan suatu
yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa
ragu-ragu ditinjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan
tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir
kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan
pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
2) Skolastik Puncak
a) Albertus Magnus
Disamping
juga sebagai biarawan Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendikiawan abad
pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert von Bollstant yang juga dkenal sebagai
"doctor universitalis" dan "doctor magnus", kemudian
bernama Albertus Magnus albetr The great. Ia mempunya kepandaian luar biasa. Di
Universitas Padua ia belajar artes liberalis, ilmu-ilmu pengetahuan alam,
kodokteran, filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogne dan masuk ordo
Diminican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan
teologi.
Terakhir ia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya
meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristotelas. Dalam bidang ilmu
pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan kimia.
b) Thomas Aquinas
Nama
sebenarnya adalah Thomas Santo Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari
Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir ia juga seorang dokter gereja bangsa
Italia. Ia lahir di Rocca secca, Napoli Italia. Ia sebagai tokoh terbesar
skolatisme, salah seorang tokoh suci gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran
yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja Katolik. Tahun 1245 belajar pada
Albertus Magnus. Menjadi guru besar dalam ilmu agama di Perancis tahun 1250 dan
tahun 1259 menjadi guru besar dan penasehat istana Paus.
Thomas
Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dari aliran Skolatisme pada abad pertengahan.
Ia berusaha untuk membuktikan, bahwa iman Kristen secara
penuh dapat dibenarkan dengan pemikiran logis. Ia telah menerima pemikiran
Aristoteles sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis.
Menurut pendapatnya, semua kebenaraan asalnya dari Tuhan.
Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan
diluar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui
hukum alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada
kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran timbul secara ketuhanan,
walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan
pikir.
Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai
tukang boyong yang tidak berubah dan tidak berhubungan dengan atau tidak
mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah
mencipta dunia, tetapi zat pemikirannya tetap abadi.
Selanjutnya
ia katakan, bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan
sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang actual dan praktis
dari gagasan adalah "pemikiran dan kepervayaan telah menemukan kebenaran
mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain". Pandangan inilah yang
menjadikan perlawanan kaum Protestan, karena sikapnya yang otoriter.
Thomas sendiri menyadari tidak dapat menghilangkan
unsur-unsur Aristoteles. Bahkan ia menggunakan ajaran Aristoteles, tetapi
system pemikirannya berbeda. Masuknya unsur pemikiran Aristoteles ini didorong
oleh kebijakan pemimpin gereja paus Urbanus V (1366) yang memberikan angin
segar untuk kemajuan filsafat. Kemudian Thomas mengadakan langka-langkah,
yaitu:
Langkah
pertama, Thomas menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke untuk membuat
terjemahan baru yang langsung dari Yunani. Hal ini untu melawan
Aristotelianisme yang beririentasi pada ibnu Rusyd, dan upaya ini mendapat
dukungan dari Siger van Brabant.
Langkah kedua, pengkristenan ajaran Aristoteles dari
dalam. Bagian-bagian yang bertentangan dengan apa yang dianggap Kristen
bertentangan sebagai firman Aristoteles, tetapi diupayakan selaras dengan
ajaran Kristen. Langkah ketiga, ajaran Aristoteles yang telah dikristenisasikan
dipakai untuk membuat sintesa yang lebih bercorak ilmiah (sintesa deduktif
antara iman dan akal). Sistem barunya itu untuk menyusun Summa Theologiae.
3) Skolastik Akhir
a) William Ockham
Pikiran-pikiran Gulielmus lebih terkenal dengan nama
Ocknam. Nama kota kelahiranya, cenderung pada empiris. Ia menolak individuasi
tetapi lebih cenderung pada sifat individual. Bentuk pengenelan paling sempurna
adalah bersifat indrawi, lebih langsung. Oleh Karena itu, pengenalan indrawi
harus dianggap intuitif, dibedakan dengan pengenalan abstrak. Pengenalan
intelektual yang abstrak mempunyai konsep-konsep umum sebagai objeknya. Kosep
umum disini mempunyai pendirian eksterm, yang biasa disebut terminisme dan
nominalisme. Menurut Ocknam, manusia tidak mengenal kodrat, sementara konsep,
seperti “kemanusiaan” sama sekali tidak dimiliki oleh siapapun. Ia menekankan
bahwa konsep merupakan suatu “tanda wajar” (signum naturale), sedangkan terma
atau istilah yang menjelma dalam bahasa bersifat konvensional sehingga dapat
berlainan.
Dalam metafisika, ia menggunakan dua prinsip yang
berpengaruh pada pemikiran filsafat pada waktu itu. Pertama, “Ocknam’s razor”
bahwa keberadaan tidak dapat dilipatgandakan, apabila tidak perlu (entia non
sunt multiplicanda praeter necessitatem). Artinya suatu realitas tidak dapat
diterima jika dasarnya tidak kuat. Kedua, apa yang dapat dibedakan maka dapat
dipisahkan. Berdasarkan dua prinsip tersebut, ia membersihkan metafisika dari
persoalan steril yang merajalela dalam mazhab skolastik. Melalui jalan modern
ini, Ocknam berhasil, karena banyak orang sudah bosan dengan perselisihan yang
tidak menimbulkan manfaat nyata.
Dalam mengenal Allah, Ocknam bersikap lebih kritis
terhadap pengenalan manusia terhadap Allah. Menurutnya dengan rasio saja tidak
mungkin manusia mengenal Allah. Pengenalan hanya dapat terjadi melalui iman dan
kepercayaan. Kekuasaan Allah adalah absolut. Tata susunan moral yang dibuat
manusia tidak bersifat absolut dan sama sekali bergantung pada kehendak Allah.
b) Nicholas Cusasus
Nicholas Cusanus membedakan tiga macam pengenelan, yaitu
pancaindra, rasio dan intuisi. Pengenelan indrawi kurang sempurna. Rasio
membentuk konsep berdasarkan pengenalan indrawi. Adapun aktifitasnya dikuasai
prinsip nonkontradiksi (tidak mengkin sesuatu ada dan tidak ada). Dengan
intuisi, manusia dapat mencapai segala sesuatu yang tidak terhingga. Allah
merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah seluruh hal yang berlawanan
akan mencapai kesatuan (coincidentia oppositorium). Pengetahuan yang luas
membuat Nicholas tidak sekedar menjadi eksponen abad pertengahan. Ia juga
mencintai eksperimen sehingga membawanya pada pemikiran ilmu masa modern.
0 komentar: