Filsafat Abad Pertengahan

      A.    Abad Pertengahan
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu mnelahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesussastraan Latin, kesenian dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya, karena bersamaan dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya merupakan penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat Barat Abad Pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaanya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, walaupun orang-orang telah mengenal agama baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianganggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang terus pesat.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu, tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Juga para ahli fikir pada saat itu tidak lagi memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak Gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan larangan yang ketat. Yang berhak melaksanakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknyta pada saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Cirri-ciri pemikiran filsafat Barat Abad Pertengahan :
 Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja;
 Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran aristoteles;
 Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai sutu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang shaleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa Abad Pertengahan ini terbagi menjadi menjadi dua masa, yaitu Masa Patristik dan Masa Skolastik. Masa Skolastik terbagi menjadi Skolastik Awal, Skolastik Puuncak, dan Skolastik Akhir.
Adapun pengertian dari masa-masa tersebut adalah:
a.       Masa Patristik
Istilah Patristik dari kata latin pater atau Bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para Pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah menpunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara berfikir). Yang menerima, walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, akan tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi, memakai atau menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tesebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik. Kemudian orang-orang yang dituduh munafik menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah dan pembelaan terhadap orang-orang yang menolak filsafat Yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
b.      Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
1. Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200
2. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300
3. Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450
1. Skolastik Awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 M, pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan ke-7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi berserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad abad lamanya. Baru pada abad ke-8 M, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742-814) baru dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang kesemuanya menempakkan mulai ada kebangkitan. Kebangkitan inilah merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Pada saat inilah merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa yang ditandai dengan skolastik yang didalamnya banyak diupayakan ilmu pengetahuan yang dikembangkan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya dibiara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruk ke Jerman dan Belanda.
2. Skolastik Puncak
Masa ini merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300, dan masa ini juga disebut masa berbunga. Karena pada masa itu ditandai dengan universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Terdapat beberapa faktor mengapa pada masa skolastik mencapai pada puncaknya, yaitu:
a. Adanya pengaruh Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12, sehingga sampai pada abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan gabunagn dari beberapa sekolah. Almamater inilh sebagai awal (embrio) berdirinya: Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pillier, di Cambridge dan lain-lannya.
c. Berdiri ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian prang terhadap ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebenyakan tokoh-tokohnya memegang peran dibidang filsafat dan teologi.
Upaya Pengkristenan Ajaran Aristoteles
Pada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli pikir Arab (Islam). Hal ini dianggap sangat membahayaakan ajaran Kristen. Keadaan yang demikian ini bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih diajarkan di fakultas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran penting dan harus dipelajari.
Untuk menghindari pencemaran tersebut (dari ahli pikir Arab atau Islam), Albertus Magnus dan Thomas Aquina sengaja menghikangkan unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahaasa Latinnya. Juga bagian-bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen diganti dengan teori baru yang bersumber poada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles telah diselaraskan dengan ajaran ilmiah (suatu sintesis antara kepercayaan dan akal).
3. Skolastik Akhir
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya, sehingga memperlihatkan stagnasi (kemendegan). Diantaratokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285-1344), Nicolas Cusasus (1401-1464).
Menurut pendapat William Ockham, pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian individual, dan konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umun tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang hanya demikian ini, dapat dilalui hanya lewat intuisi, bukan lewat logika. Disamping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus John XXII.
Menurut pendapat Nicolas Cisasus, terdapat tiga cara untuk mengenal tentang filsafat, yaitu: lewat indra, akal, dan intuisi.
Dengan indra kita akan mndapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abtrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang olehakan tidak dapat dipersatukan. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Oleh karena ketrbatasan akal tersebut, maka hnaya sedikit saja yan dapat diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat suatu sintesa yang lebih luas. Sintesa ini mengarah kemasa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis. 

0 komentar: